makalah hukum perkawinan (perjanjian perkawinan, akibat perkawinan, dan putusnya perkawinan)



stkip muhammadiyah bone
kampus c kahu
2013
a haswanti
a m taufik amalros
herman
ina ariani
mahlis
rusliadi
suriani

Makalah Hukum Perkawinan Perjanjian Perkawinan, Akibat  HukumPerkawinan, dan Putusnya Perkawinan
2013

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatannya kepada kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dap  at menyelesaikan masalah ini.
Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “Makalah Hukum Perkawinan ( Perjanjian Perkawinan, Akibat Perkawinan, dan Putusnya Perkawinan) ”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar.
Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca.
Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.

Palattae, 2013

Kelompok 3













DAFTAR ISI
Halaman

Cover
Kata Pengantar
Daftar Isi
            BAB I
            Pendahuluan
            BAB II
            Perjanjian Perkawinan
            Akibat Perkawinan
            Putusnya Perkawinan
            BAB III
            Kesimpulan
Daftar Pustaka
















BAB I
PENDAHULUAN
Perkawinan ialah suatu pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk waktu yang lama. Undang-undang memandang perkawinan hanya dari hubungan keperdataan, demikian pasal 26 Burgerlijk Wetboek.
Suami istri harus setia satu sama lain, bantu-membantu,berdiam bersama-sama, saling memberikan nafkah dan bersama-sama mendidik anak-anak.
Perceraian ialah penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.
Untuk melindungi ustri terhadap kekuasaan si suami yang sangat luas itu atas kekayaan bersama serta kekayaan pribadi si isteri, undang-undang memberikan pada si isteri suatu hak untuk meminta pada hakim supaya diadakan pemisahan kekayaan dengan tetap berlangsungnya.
Pemisahan kekayaan dapat diakhiri ataspersetujuan kedua belah pihak dengan meletakan persetujuan itu di dalam suatu akte notaris, yang harus diumumkan seperti yang ditentukan untuk pengumuman hakim dalam mengadakan pemisahan itu.














BAB II
PEMBAHASAN
Perjanjian Perkawinan
Janji-janji kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka Hakim akan berlangsungnya perkawinan dan menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, akibat kecideraan yang di-lakukan terhadapnya; segala persetujuan untuk ganti-rugi dalam hal ini adalah batal (Pasal 58 ayat 1). Pada umumnya, seorang anak yang masih di bawah umur (belum mencapai umur 21 tahun), tidak diperbolehkan bertindak sendiri dan harus diwakili oleh orang tuanya atau walinya, oleh undang-undang diadakan pengecualiannya. Menurut Pasal 151 KUHPer, seorang anak yang belum dewasa yang memenuhi syarat untuk kawin, diperbolehkan bertindak sendiri dalam menyetujui perjanjian kawin, asalkan ia "dibantu" oleh orang tua atau orang-orang yang diharuskan memberi izin kepadanya untuk kawin.
Setiap perjanjian kawin harus dibuat dengan akte notaris sebelum perkawinan berlangsung, dan perjanjian mulai berlaku semenjak saat perkawinan dilangsungkan (Pasal 147). Perjanjian kawin ini mulai berlaku bagi pihak ketiga sejak hari pendaftarannya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat, dimana pernikahan itu telah dilangsungkan (Pasal 152). Setelah perkawinan berlangsung, perjanjian kawin dengan cara bagaimanapun tidak boleh diubah (Pasal 149).
Di dalam ketentuan Pasal 13 9-143 KUHP juga diatur mengenai hal-hal yang tidak dapat dimuat dalam perjanjian kawin, yaitu:
a.   Tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
b.  Tidak boleh melanggar kekuasaan suami sebagai kepala di dalam perkawinan.
c.   Tidak boleh melanggar hak kekuasaan orang tua.
d.  Tidak boleh melanggar hak yang diberikan Undang-Undang kepada suami atau isteri yang hidup terlama.
e.   Tidak boleh melanggar hak suami di dalam statusnya sebagai kepala persatuan suami-isteri.
f.   Tidak boleh melepaskan haknya atas legitieme portie (hak mutlak) atas warisan dari keturunannya dan mengatur pembagian warisan dari keturunannya.
g.  Jidak boleh diperjanjikan bahwa sesuatu pihak harus membayar sebagian utang yang lebih besar daripada bagian keuntungannya
h.  Tidak boleh diperjanjikan dengan kata-kata umum, bahwa ikatan perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, adat kebiasaan, atau peraturan daerah.
Mengenai perjanjian perkawinan ini menurut Pasal 29 UUP adalah sebagai berikut:
a.    Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepan­jang pihak ketiga tersangkut.
b.    Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
c.    Perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
d.   Selama perkawinan berlangsung, perjanjian tersebut tidak da­pat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga. Dengan demikian, perjanjian perkawinan ini bisa dibuat dengan akta otentik dan bisa juga dibuat dengan akta di bawah tangan.
Akibat Hukum Perkawinan
Dengan adanya perkawinan akan menimbulkan akibat baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan.
a.      Akibat Perkawinan Terhadap Suami istri
1.       Suami istri memikul tanggung jawab yang luhur untuk menegakan rumah tangga berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Pasal 30).
2.       Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan hidup bersama dalam masyarakat (Pasal 31 ayat (1)).
3.       Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hokum (ayat 2).
4.       Suami adalah kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga.
5.       Suami istri menentukan tempat kediaman mereka.
6.       Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, saling setia.
7.       Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya.
8.       Istri wajib mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya.
b.        Akibat Perkawinan Terhadap Harta Kekayaan
1.       Timbul harta bawaan dan harta bersama.
2.       Suami atau istri masing-masing mempunyai hak sepenuhnya terhadap harta bawaan untuk melakukan perbuatan hokum apapun.
3.       Suami atau istri harus selalu ada persetujuan untuk melakukan perbuatan hokum terhadap harta bersama (Pasal 35 dan 36).
c.        Akibat Perkawinan Terhadap Anak
Kedudukan anak
     Anak yang dilahirkan dalam perkawinan adalah anak yang sah (Pasal 42)
     Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan kerabat ibunya saja.
Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak
     Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anaknya sampai anak-anak tersebut kawin dan dapat berdiri sendiri (Pasal 45).
     Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendaknya yang baik.
     Anak yang dewasa wajib memelihara orang tua dan keluarga dalam garis keturunan ke atas sesuai kemampuannya, apabila memerlukan bantuan anaknya (Pasal 46).
Kekuasaan orang tua
     Anak yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin ada di bawah kekuasaan orang tua.
     Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
     Orang tua dapat mewakili segala perbuatan hokum baik di dalam maupun di luar pengadilan.
     Orang tua tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin
     Kekuasaan orang tua bisa dicabut oleh pengadilan apabila:
ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak
Ia berkelakuan buruk sekali

     Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya.
     Sedang yang dimaksud dengan kekuasaan orang tua adalah:
     Kekuasaan yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
     Isi kekuasaan orang tua adalah:
1.       Kewenangan atas anak-anak baik mengenai pribadi maupun harta kekayaannya.
2.       Kewenangan untuk mewakili anak terhadap segala perbuatan hokum di dalam maupun di luar pengadilan.
Kekuasaan orang tua itu berlaku sejak kelahiran anak atau sejak hari pengesahannya.
Kekuasaan orang tua berakhir apabila:
          Anak itu dewasa
          Anak itu kawin
          Kekuasaan orang tua dicabut
 Putusnya Perkawinan
a.     Alasan-alasan putusnya perkawinan
Menurut Pasal 199 KUHPdt, perkawinan putus (perkawinan bubar) karena:
1) Kematian.
2) Kepergian suami atau isteri selama 10 tahun dan diikuti dengan perkawinan baru dengan orang lain.
3) Putusan hakim setelah adanya perpisahan mejamakan dan tempat tidur selama 5 tahun.
4) Perceraian.
b.     Perpisahan meja dan tempat tidur
1)     Pengertian perpisahan meja dan tempat tidur
Perpisahan meja dan tempat tidur adalah perpisahan antara suami dan isteri yang tidak mengakhiri pernikahan. Akibat yang terpenting adalah meniadakan kewajiban bagi suami-isteri untuk tinggal bersama, walaupun akibatnya di bidang hukum harta benda adalah sama dengan perceraian. Dengan demikian, perkawinan belum menjadi bubar dengan adanya perpisahan meja dan tempat tidur.
2)     Cara-cara pengajuan perpisahan meja dan tempat tidur Alasan-alasan suami-isteri mengajukan permohonan per­pisahan meja dan tempat tidur adalah:
a)     Semua alasan untuk perceraian, seperti: zinah, ditinggalkan dengan sengaja, penghukuman, penganiayaan berat, cacad badan/penyakit pada salah satu pihak, suami-isteri terus-menerus terjadi perselisihan (Pasal -233 ayat 1);
b)    Berdasarkan perbuatan-perbuatan yang melampaui batas, penganiayaan dan penghinaan kasar, yang dilakukan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain (Pasal 233 ayat 2).
Cara pengajuan permohonan, pemeriksaan dan pemutusan hakim terhadap perpisahan meja dan tempat tidur adalah dengan cara yang sama dengan seperti dalam hal perceraian (Pasal 234). Di samping itu, perpisahan meja dan tempat tidur ini dapat diajukan tanpa alasan, dengan syarat:
a)    Perkawinan harus telah berjalan 2 tahun atau lebih (Pasal 236 ayat 2);
b)   Suami dan isteri harus membuat perjanjian dengan akta otentik mengenai perpisahan diri mereka, mengenai penunaian kekuasaan orang tua, dan mengenai usaha pemeliharaan serta pendidikan anak-anak mereka (Pa­sal 237 ayat 1).
3)     Pengumuman keputusan perpisahan meja dan tempat tidur                                              
Keputusan mengenai perpisahan meja dan tempat tidur harus diumumkan dalam Berita Negara. Selama pengumuman itu belum berlangsung, keputusan tidak berlaku bagi pihak ketiga (Pasal 245). Setelah men-dengar dari keluarga suami-isteri dan keputusan perpisahan meja dan tempat tidur diucapkan oleh Hakim, maka ditetapkanlah siapa dari kedua orang tua itu yang akan menjalankan kekuasaan orang tua. Penetapan ini berlaku setelah keputusan perpisahan meja dan tempat tidur mempunyai kekuatan hukum (Pasal 246).
4)     Akibat dari perpisahan meja dan tempat tidur
Akibat dari perpisahan meja dan tempat tidur ini adalah:
a)     Suami-isteri dapat meminta pengakhiran pernikahan di muka pengadilan, apabila perpisahan meja dan tempat tidur di antara mereka telah berjalan 5 tahun dengan tanpa adanya perdamaian (Pasal 200);
b)    Pembebasan dari kewajiban bertempat-tinggal bersama (Pasal 242);
c)     Berakhirnya persatuan harta kekayaan (Pasal 243);
d)    Berakhirnya kewenangan suami untuk mengurus harta kekayaan isteri (Pasal 244).
5)     Batalnya perpisahan meja dan tempat tidur
Perpisahan meja dan tempat tidur demi hukum menjadi batal apabila suami-isteri rujuk kembali dan semua akibat dari perkawinan antara suami-isteri hidup kembali, namun semua perbuatan perdata dengan pihak ketiga selama perpisahan tetap berlaku (Pasal 248 KUHPdt).
c.     Perceraian
1)     Pengertian perceraian
Perceraian adalah pengakhiran suatu perkawinan karena sesuatu sebab dengan keputusan hakim atas tuntutan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak dalam perkawinan. Menurut Pasal 208 KUHPdt, perceraian atas persetujuan suami-isteri tidak diperkenankan.
2)     Alasan-alasan perceraian
Menurut Pasal 209 KUHPdt, alasan yang dapat mengakibatkan perceraian adalah:
a)      Zinah.
b)     Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat selama 5 tahun.
c)      Mendapat hukuman penjara 5 tahun atau lebih karena dipersalahkan melakukan suatu kejahatan.
d)     Penganiayaan berat, yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya, sehingga membahayakan jiwa pihak yang dilukai atau dianiaya.
3)     Tata cara perceraian
a)     Gugatan perceraian: Tuntutan untuk perceraian per­kawinan harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal suami sebenarnya. Apabila si suami tidak mempunyai tempat tinggal atau tempat kediaman sebenarnya di Indonesia, maka tuntutan itu harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman si isteri sebenar­nya. Jika suami pada saat tersebut tidak mempunyai tem­pat tinggal atau tempat kediaman sebenarnya di Indo­nesia, maka tuntutan itu harus diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kediaman isteri sebenarnya (Pasal 207);
b)    Gugatan perceraian gugur demikian juga hak untuk menuntut gugur : apabila:
1.     Antara suami dan isteri telah terjadi suatu perdamaian (Pasal 216);
2.     Suami atau isteri meninggal dunia sebelum ada ke-putusan (Pasal 220);
c)     Pemeriksaan di pengadilan: Si isteri, baik dalam perkara perceraian ia menjadi penggugat maupun menjadi tergugat, selama perkara berjalan, boleh meninggalkan rumah si suami dengan izin hakim (Pasal 212 ayat 1). Selama perkara berjalan, hak-hak si suami mengenai pengurusan harta kekayaan isterinya tidak terhenti, hal mana tak mengurangi keleluasaan si isteri untuk mengamankan haknya (Pasal 215 ayat 1). Selama perkara berjalan, Pengadilan Negeri adalah leluasa menghentikan pemangkuan kekuasaan orang tua seluruhnya atau sebagian, dan memberikan kepada orang tua yang lain, atau kepada seorang ketiga yang ditunjuk oleh Pengadilan, atau pun kepada Dewan Perwalian. Terhadap tindakan-tindakan tersebut tak boleh dimohonkan banding (Pasal 214);
d)    Putusan Pengadilan: Perkawinan bubar karena kepu-tusan perceraian dan pembukuan perceraian itu dalam register Pegawai Catatan Sipil (Pasal 221 ayat 1)
4)     Akibat perceraian
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut KUHPdt adalah:
a)       Kewajiban suami atau isteri memberikan tunjangan nafkah kepada suami atau isteri yang menang dalam tuntut­an perceraian (Pasal 222). Kewajiban mem­berikan tunjangan nafkah berakhir dengan meninggalnya si suami atau si isteri (Pasal 227).
b)       Pengadilan menetapkan siapa dari kedua orang tua itu yang akan melakukan perwalian terhadap anak-anak mereka (Pasal 229).
c)       Apabila suami dan isteri yang telah bercerai hendak melakukan kawin ulang, maka demi hukum segala akibat perkawinan pertama hidup kembali, seolah-olah tak pernah ada perceraian (Pasal 232 KUHPer).

















BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Tentang hal larangan untuk kawin dapat diterangkan, bahwa seorang tidak diperbolehkan kawin dengan saudaranya, meskipun saudara tiri, seorang tidak diperbolehkan kawin dengan iparnya, seorang paman dilarang kawin dengan keponakannya dan sebagainya.
Hak mengurus kekayaan bersama (“gemeenschap”) berada ditangan suami, yang dalam hal ini mempunyai kekuasaan yang sangat luas. Selain kekuasaannya hanya terletak dalam larangan untuk memberikan dengan percuma benda-benda yang bergerak kepada lain orang selain kepada anaknya sendiri, yang lahir dari perkawinan itu (pasal 124 ayat 3).
Apabila salah satu pihak meninggal dan masih ada anak-anak di bawah umur, suami atau isteri yang ditinggalkan diwajibkan  dalam waktu bulan membuat suatu pencatatan tentang kekayaan mereka bersama. Pancatatan ini dapat dilakukan secara authentiek maupun dibawah tangan dan harus diserahkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.














DAFTAR PUSTAKA

Asmi. 2012. Makalah Hukum Perkawinan. Jakarta.
Kuswanto, Heru. 2012. Modul Hukum Perkawinan. Surabaya; Universitas Naratoma
Pranata,T.A. 2012. Materi Kuliah Hukum Perkawinan. Jember; Universitas Jember.
Subekti, Prof. S.H, Pokok-pokok HUKUM PERDATA, PT Intermasa Jakarta 1985.