PERBUATAN SUBYEK HUKUM YANG BUKAN PERBUATAN HUKUM DAN PERBUATAN SUBYEK HUKUM YANG MERUPAKAN PERBUATAN HUKUM





Dalam pergaulan hidup manusia, tiap hari manusia selalu melakukan aktifitas baik untuk  memenuhi kepentingannya maupun hanya untuk berinteraksi dengan sesamanya. Aktifitas tersebut mungkin perbuatan yang disengaja atau perbuatan yang tidak sengaja. Segala perbuatan yang dilakukan manusia secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak  kewajiban-kewajiban dinamakan perbuatan hukum. Misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetuan dan semacamnya. Dengan kata lain bahwa Perbuatan Hukum adalah setiap perbuatan subyek hukum (manusia atau badan hukum) yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.
Untuk adanya suatu perbuatan hukum harus disertai dengan pernyataan kehendak dari yang melakukan perbuatan hukum tersebut dan akibat dari perbuatan itu diatur oleh hukum. Dan pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat dengan bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya. Oleh karena itu bentuk pernyataan kehendak dapat terjadi:
v  Pernyataan kehendak secara tegas, dapat dilakukan dengan:
o   Tertulis, yang dapat terjadi antara lain: ditulis sendiri, ditulis oleh pejabat tertentu  ditanda-tangani oleh pejabat itu, disebut juga akte otentik  atau akte resmi seperti mendirikan PT dan semacamnya
o   Mengucapkan kata, pernyataan kehendak ini cukup dengan mengucapka katasetuju, misalnya dengan mengucapkan ya, dan semacamnya.
v  Pernyataan kehendak secara diam-diam dapat diketahui dari sikap atau perbuatan
 Misalnya: sikap diam yang ditunjukkan dalam rapat berarti setuju, seseorang gadis yang ditanya oleh orang tuanya untuk dinikahkan dengan seorang pemuda gadis itu diam berarti setuju.
v  Adapun perbuatan hukum itu terdiri dari:
1.      Perbuatan hukum sepihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak
        Contoh:
o   Perbuatan membuat surat wasiat (pasal 875 KUH Perdat)
o   Pemberian hibah sesuatu benda (pasal 1666 KUH Perdata)
2.      Perbuatan hukum dua pihak
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan  hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik)
      Contoh:
o   persetujuan jual beli (pasal 1457), perjanjian sewa menyewa (pasal 1548 KUH       Perdata), dan lain-lain.
Adapun perbuatan yang akibatnya tidak dikehendari oleh yang tersangkut adalah bukan perbuatan hukum, meskipun perbuatan tersebut diatur oleh peraturan hukum. Jadi dapat dikatakan bahwa kehendak dari yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok dari perbuatan tersebut.
Bukan perbuatan hukum ada dua macam:
3.      Perbuatan hukum yang dilarang oleh hukum.
Perbuatan ini menjadi akibat hukum yang tak tergantung pada kehendak
     Contoh:
o   Zaakwaarneming ialah tindakan mengurus kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang itu untuk kepentingannya. Misalnya: A sakit, sehingga tidak dapat mengurus kepentingannya. Tanpa diminta oleh A, B mengurus kepentingan A. B wajib meneruskan mengurus itu sampai A sembuh dan dapat mengurus kepentingannya kembali. Hal ini sesuai dengan pasal 1354 KUH Perdata, “Jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, sampai orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan segala sesuatu  yang termasuk urusan tersebut. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya iua dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
o    Onverschultigde betaling ialah orang yang membayar utang kepada orang lain, karena ia mengira mempunyai utang yang sebenarnya tidak. Untuk ini diatur oleh pasal 1359 KUH Perdata, yang berbunyi: “Tiap-tiap pembayaran memperkirakan adanya suatu utang. Apa yang telah dibayarkan dengan tidak diwajibkan, dapat dituntut kembali”.
Terhadap perkiraan-perkiraan bebas, yang secara sukarela telah dipenuhi, tak dapat dilakukan penuntutan kembali.
4.        Perbuatan yang dilarang oleh hukum onrechtmatige daad
       Perbuatan yang dilarang oleh hukum atau perbuatan melawan hukum yang lazimnya disebut “onrechtmatige daad” adalah sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian kepada  orang lain dan mewajibkan sipelaku atau pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian yang ditimbulkannya (KUHPerdata pasal 1365). Perbuatan melawan hukum tersebut diatur dalam pasal 1365-1380 KUH Perdata. Perbuatan tersebut dikatakan melawan hukum, apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum pada umumnya. Yang dimaksud dengan hukum bukan hanya berupa undang-undang saja, melainkan termasuk juga hukum tak tertulis, yang harus ditaati oleh masyarakat. Kerugian maksudnya adalah kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh  perbuatan melawan hukum tersebut antara lain: kerugian-kerugian dan perbuatan-perbuatan itu harus ada hubungannya secara langsung, kerugian itu ditimbulkan karena kesalahan pembuat atau pelaku.
Sedangkan yang dimaksud dengan kesalahan ialah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau kealpaan (kelalaian). Contohnya: Kasus pada tahun 1910 seorang nona menempati kamar atas di suatu rumah bertingkat di kota Kutphendid Nederland. Di kamar bawahnya ada suatu gudang milik seorang pengusaha. Di musim dingin dan udara sangat dingin telah memecahkan pipa air di gudang, sehingga air membanjiri gudang tersebut. Berkenaan dengan kejadian tersebut, pengusaha meminta kepada gadis tadi untuk menutur kran air, tetapi sigadis itu menolaknya. Karena kran-kran yang berada di kamar merupakan satu-satunya jalan untuk mengatasi banjir yang diakibatkan pecahnya kran tersebut, sedang gadis tadi tidak mau menutup krannya, barang-barang yang ada di gudang pengusaha tersebut basah dan rusak. Atas kerugian tersebut pengusaha tersebut mengadukan hal tersebut kepada hakim. Dalam kasus tersebut, keputusan hakim menyatakan bahwa si gadis tidak diwajibkan mengganti kerugian. Hakim berpendapat, si gadis tidak melakukan perbuatan melawan hukum.
Dari kasus keputusan ini berarti hakim menafsirkan KUH Perdata pasal 1365 secara sempit lainhalnya contoh dalam kasus Cohen yang menafsirkan pasal 1365 secara luas yakni perbuatan melawan hukum itu tidak hanya terdiri atas suatu perbuatan, tetapi juga dapat dalam hal tidak berbuat sesuatu.
Dalam KUH Perdata ditentukan pula bahwa setiap orang tidak hanya bertanggung-jawab atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri namun dapat juga terhadap kerugian yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan orang yang ditanggungnya, atau karena barang-barang yang berada di bawah pengawasannya antara lain:
·         Orang tua bertanggung jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan anaknya yang belum cukup umur yang berdiam bersama mereka.
·         Seorang majikan bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang ditugaskan kepada mereka.
·         Guru sekolah bertanggung-jawab terhadap kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan-perbuatan murid selama berada dalam pengawasannya.
Kerugian-kerugian yang dapat ditimbulkan dapat berupa kerugian harta benda, menurunnya kesehatan atau tenaga kerja. Misalnya: Seorang supir bekerja pada suatu perusahaan pengangkutan. Pada suatu ketika sopir tersebut  menimbulkan kecelakaan karena kurang berhati-hatinya si supir. Seorang laki-laki mendapat luka-luka sehingga terpaksa di rawat di rumah sakit. Perusahaan pengangkutan tersebut dapat dituntut untuk membayar ganti kerugian dari biaya perawatan, harga obat, honor dokter dan pengurangan penghasilan sebagai akibat dari kecelakaan tersebut. Seandainya si korban meninggal dunia, maka isteri, anak-anak, orang tua yang selama itu menjadi tanggungannya (almarhum korban) berhak menuntut ganti kerugian yang jumlahnya ditentukan menurut kedudukan dan kekayaan masing-masing pihak dan menurut keadaannya (KUH Perdata pasal 1370).
Selain yang tersebut di atas Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP) pasal 1372 juga memungkinkan pengajuan suatu tuntutan perdata dalam hal penghinaan yakni menuntut ganti kerugian dan kerugian untuk mengembalikan nama baik dan kehormatan.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum, misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha, dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) terdiri dari empat bagian, yaitu:
·         Buku I : berisi tentang orang
Mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
  • Buku II : berisi tentang Kebendaan
Mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris, dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Macam-macam benda, antara lain :
·         benda berwujud yang tidak bergerak, misalnya tanah, bangunan, dan kapal dengan berat tertentu
·          benda berwujud yang bergerak yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak.
·         benda tidak berwujud, misalnya hak tagih atau piutang. Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
  • Buku III : berisi tentang Perikatan atau Perjanjian
 tentang hukum perikatan atau kadang disebut juga perjanjian, yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian, syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian.
  • Buku IV: berisi  tentang Pembuktian dan Kadaluarsa
Mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian. Sistematika yang ada pada KUHP tetap dipakai sebagai acuan oleh para ahli hukum dan masih diajarkan pada fakultas-fakultas hukum di Indonesia.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang. Wewenang subyek hukum ini dibagi menjadi dua, yaitu :
  1. Wewenang untuk mempunyai hak rechtsbevoegdheid
  2. Wewenang untuk melakukan atau menjalankan perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum.
v  Cakap  dalam hukum (Pasal 1330 UH Perdata)
·         Dewasa (berusia 21 tahun
·         Belum berusia 21 tahun tetapi sudah menikah
v  Tidak cakap hukum (Pasal 1331 KUH Perdata)
·         Orang yang belum dewasa
·         Kurang cerdas
·          Sakit ingatan
·         Orang yang berada dalam pengampuan, pengawasan
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
Contoh :
  • Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa : Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.
  • Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh, yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.
  • Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada  pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi: Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi dua, yaitu :
·         Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh : peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
·         Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang.
v  Perbuatan subyek hukum dapat di bedakan menjadi dua, yaitu:
Perbuatan subyek hukum yang merupakan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya dikehendaki pelaku. Jadi unsur kehendak merupakan unsur esensial dari perbuatan tersebut. Contohnya perbuatan jual beli, perjanjian sewa menyewa rumah, dan lain sebagainya.
Perbuatan subyek hukum yang bukan perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang akibat hukumnya tidak dikehendaki pelaku.
Contoh :
o   Zaakwaarneming (perwakilan sukarela) yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, walapun bagi hukum tidak perlu akibat tersebut dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan itu. Misalnya pada pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi :
Jika seseorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut, hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya, seandainya ia dikuasakan dengan suatu pemberian kuasa yang dinyatakan dengan tegas.
o   Onrechtmatigedaad (perbuatan melawan hukum), misalnya pada pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau pasal 1401 Burgerlijk Wetboek, yang menetapkan 
Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dari pengertian-pengertian subyek hukum di atas dapat di simpulkan bahwa subjek hukum ialah setiap mahluk yang berwenang untuk memiliki,memperoleh,dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalulintas hukum.
v  Subjek hukum dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
o   Manusia naturlife person  menurut hukum adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban.Pada dasarnya orang sebagai subjek hukum di mulai sejak ia lahir dan berakhir setelah meninggal dunia.Namun, ada pengecualian menurut pasal 1 ayat(2) KUHPerdata yang berbunyi”anak yang ada dalam kandungan ibunya,di anggap telah lahir.setiap kali kepentingan sianak menghendakinya.” bahwa bayi yang masih dalam kandungan ibunya di anggap telah lahir dan menjadi subjek hukum. Apabila bayi tersebut lahir dalam keadaan meninggal dunia menurut hukum ia tidak pernah adasehingga ia tidak di anggap subyek hukum. Ketentuan tersebut juga menegaskan bahwa hak dan kewajiban anak baru lahir di anggap ada jika ia lahir hidup. Apabila ia lahir mati maka haknya dianggap tidak ada. Misalkan kepentingan anak untuk menjadi ahli waris dari orang tuanya walaupun ia masih berada dalam kandungania di anggap lahir dan oleh karena itu harus di perhitungkan hak-haknya sebagai ahli waris. Tetapi jika ia lahir dalam keadaan mati maka haknya di anggap tidak pernah ada. Di samping ituberdasarkan undang-undang seseorang tidak di anggap telah meninggal dunia jika hilang tidak diketahui keberadaannya dan tidak ada kepastian apakah ia masih hidup dalam tenggang waktun setelah 5 tahun ia meninggalkan tempat kediamannya. Pasal 467,468,dan 469 KUHPerdata Ada beberapa golongan oleh hukum dinyatakan “tidak cakap”atau”kurang cakap”untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum.Orang-orang yang demikian di sebut handelingsonbek waam atau di wakili atau dibantu orang lain.

Mereka-mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum adalah sebagai berikut:
o   orang yang masih di bawah umur (sebelum mencapai usia 21 tahun/belum dewasa), di bahas juga dalam pasal 30nKUHPerdata jo.stb.193` no. 54, pasal 7 undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974, dll
o   orang yang tidak sehat pikirannya(gila),pemabuk,dan pembolos yakni,mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
o   perempuan dalam pernikahan (wanita kawin)             
Menurut prof. chainur Arrasjid,S.H di dalam bukunya dasar-dasar ilmu hukum (2008:124) Di dalam masyarakat dapat kita jumpai bermacam badan hukum yang secara garis besarnya dapat di golongkan kedalam 2 bentuk,yaitu badan hukum publik dan badan hukum perdata.
  1. badan hukum publik,yaitu Negara,daerah swacantra, tingkat 1 dan 2, kota madya, kota praja, dan desa.
  2. badan hukum perdata (privat), yaitu  perseroan terbatas dan PT yayasan. lembaga dan koperasibadan hokum Indonesia inlandsrechtpersoon seperti: koperasi Indonesia,perusahaan negara, wakaf dll. Perbedaan badan hukum dengan manusia ialah,bahwa badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan dan tidak dapat di hukum penjara kecuali hukum denda.
Menurut hukum perdata, benda adalah segala barang dan hak yang dapat di miliki orang (pasal 499 KUHPerdata). Menurut pasl 503 KUHPerdata, beda dapat di bagi sebagai berikut:
o   benda yang berwujud Lichamelijhre zaken yaitu segala sesuatu yang dapat di bagi raba oleh panca indra, seperti: tanah, gedung, rumah, dll.
o   Benda yang tidak berwujud onlichamelijke zaken yaitu segala macam hak, seperti:saham-saham atas kapal laut, hipotek, hak cipta, hak merek, dll.
v  Selanjutnya menuut pasal 504 KUHPerdata benda juga di bagi sebagai berikut:
o   Benda tidak bergerak karena sifatnya sendiri yang menggolongkan kedalam golongan itu, misalnya: bangunan, tanam- tanaman, pohon-pohon, dll.
o   Benda tak bergerak karena tujuannya menggolongkannya ke dalam golongan itu, misalnya: mesin penggiling padi yang di tempatkan di dalam gedung perusahaan penggilingan beras, dll
o   Benda tidak bergerak karena undang-undang menggolongkannya ke dalam golongan itu, misalnya: hak hipotek, hak bina usaha, dll
o   benda bergerak rorende zaken
o   benda bergerak karena sifatnya sendiri menggolongkannya ke dalam golongan itu. Misalnya: mobil, meja, buku, dll
o   benda bergerak karena undang-undang menggolongkannya ke dalam golongan itu. Misalnya: hak piutang dan hak gadai.
Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum (2007:134) Demikian pula dengan perkawinan antara pria dan wanita akan membawa bersama dari peristiwa hukum itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik untuk pihaklaki-laki yang kemudian bernama suami dengan serangkai hak-hak dan kewajibannya. Demikian pula dengan pihak wanita yang kemudian bernama istri dengan  serangkaian hak dan kewajibannya. Maka perkawinan ini hakikatnya adalah suatu peristiwa hukum.
v  Dalam hukum dikenal 2 macam peristiwa hukum  yaitu sebagai berikut:
·         Perbuatan subjek hukum person yaitu berupa perbuatan manusia atau badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Peristiwa lain yang bukan perbuatan subjek hukum. Contohnya: kelahiran, dan kematian.
·         Perbuatan subjek hukum terbagi pula dalam dua macam yaitu pebuatan            hukum dan perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum.   
Yang dikatakan sebagai perbuatan hukum adalah setiap perbuatan  yang akibatnya di atur oleh hukum dan akibat itu di kehendaki oleh yang melakukan perbuatan dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa unsur kehendak dari orang yang melakukan perbuatan itu menjadi suatu unsur pokok dari perbuatan tersebut.jadi suatu perbuatan yang akibatnya tidak di kehendaki oleh yang melakukannya bukanlah merupakan suatu perbuatan hukum.
v  Perbuatan hukum terbagi pula dalam 2 macam yaitu:
·         perbuatan hukum dari segi satu Eenzijdig yaitu setiap perbuatan yang akibat hukumnya di timbulkan oleh kehendak dari satu subjek hukum atau satu pihak yang melakukan perbuatan itu,misalnya:perbuatan hukum yang di sebut dalam pasal 1875 KUHPerdata yaitu perbuatan mengadakan surat wasiat.
·         perbuatan hukum bersegi dua tweezijdig adalah setiap perbuatan yang akibat hukumnya ditimbulkan oleh kehendak dari dua subjek hukum atau dari dua pihak atau lebih.misalnya: suatu perjanjian overeenkomst
·         Perbuatan lain yang bukan perbuatan hukum ada dua macam yaitu : zaakwaarnemming dan onrechtmatigedaad:
o   Zaakwaarnemming yaitu perbuatan memperhatikan kepentingan orana lain dengan tidak diminta oleh orang ituuntuk memperhatikan kepentingannya.
o   Onrechtmatigedaad yaitu perbuatan yang bertentangan dengan hukum.
v  Perbuatan lain yang bukan perbuatan subjek hukum
            Dalam hal ini perlu dikemukakan beberapa contoh tentang peristiwa lain yang bukan merupakan perbuatan dari subjek hukum, yaitu kelahiran, kematian, dan lewat waktu
·         Kelahiran
kelahiran menimbulkan langsung hak anak untuk mendapatkan pemeliharaan oleh orang tuanya (pasal 298 ayat (2) KUHPerdata)
·         Kematian
kematian seseorang, akan meninbulkan terbukanya warisan. Berdasarkan undang-undang, seluruh keluarga sedarah yang ditinggalkan berhak menjadi ahli waris dari orang yang meninggal tersebut serta sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal dunia. (pasal 830 dan 833 KUHPerdata)
·         Lewat Waktu
Lewat waktu ada dua macam, yaitu lewat waktu akuistif dan lewat waktu ekstinsif.Berdasarkan lewat waktu akuistif seseorang dapat memperoleh suatu hak sehabis masa tertentu dan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi. Sedangkan lewat waktu ekstinsif yaitu seseorang dapat dibebaskan dari suatu tanggung jawab haftung sehabis masa tertentu dan syarat- syarat yang telah ditentukan dalam undang-undang di penuhi.





DAFTAR PUSTAKA


Rifai, Ahmad. 2013. Makalah Subyek Hukum
http://ahmad-rifai-ss.com/2013/10/28/makalah-subyek-hukum. Diaks pada tanggal 09 Juni     2014.

Kurnianingsih. 2009. Subyek Hukum Dalam Perdata
uin.blogspot.comhttp://kurnianingsih31207335.wordpress.com/2009/10/25/subyek-hukum-dalam-kuh-perdata. Diakses pada tanggal 09 Juni 2014.

Nuryana. 2012. Subyek dan Obyek Hukum

Cristiana. 2011. Subjek dan Objek Hukum






bukti islam masuk ke indonesia



  Beberapa bukti sejarah mengenai masuknya islam di Indonesia adalah berupa prasati islam (kebanyakan batu-batu nisan dan sejumlah catatan para musafir). Dalam bukti-bukti ini banyak ditemukan tulisa-tulisan yang menggunakan huruf dan bahasa arab. Isi dari prasasti ini yaitu tentang kehidupan dari para penyebar agama islam. Misalnya, batu nisan tertua yang masih ada dan masih dapat dibaca dengan jelas, ditemukan di leran, Jawa Tengah dan berangka tahun 475 H (1082). Batu nisan yang ditemukan ini milik seorang muslimah yang bernama Maimun. Di amping itu juga ditemukan batu nisan Sultan Sulaiman bin Abdullah bin Al-Basir di Sumatera Utara.
              Serangkaian penemuan batu-batu nisan yang bertuliskan bahasa arab ini menandakan bahwa ajaran islam berkembang di Indonesia. Setiap batu nisan ditemukan memilki cerita dan kejayaan dari pemilik batu nisan tersebut dalam mengajarkan ajaran islam di daerahnya. Disamping batu nisan juga banyak ditemukan kitab-kitab Al-Qur’an kuno yang ditulis oleh orang indonesia pada tahun 1211 M. Al-Qur’an tersebut juga menjadi bukti berkembnagnya ajaran islam pada waktu itu serta juga ditemukan berbagai bangunan masjid tuan, seperti masjid Demak da Jawa Tengah.

Sumber: http://rahmandiligent.blogspot.com/p/golongan-penyebar-agama-islam-di.html


Pendapat lain menyatakan pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia abad ke-11. Pendapat ini mendasarkan bukti pada sebuah batu nisan Fatimah binti Maimun yang dikenal dengan Batu Leran di daerah Tuban Jawa Timur yang berangka tahun 1082 Masehi.

Ada juga yang berpendapat pengaruh Islam mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-13. Pendapat ini berdasarkan bukti-bukti sebagai berikut:
  1. Batu nisan Sultan Malik al Saleh berangka tahun 1297 Masehi. Sultan Malik al Saleh adalah raja Samudra Pasai pertama yang masuk Islam. Kerajaan ini adalah kerjaan Islam pertama di Indonesia.
  2. Catatan perjalanan Marco Polo yang pernah singgah di Kerajaan Perlak (1292). Dalam catatannya menceritakan penduduk kota Perlak telah menganut Islam, sedangkan di luar kota belum, melainkan masih animisme dan dinamisme.
  3. Catatan Ibnu Battuta (12345 - 1346) yang menytakan bahwa Samudra Pasai menganut paham Syafi'i. Hal ini membuktikan bahwa Islam sudah berkembang di kerajaan tersebut.
  4. Catatan Ma-Huan musafir Cina ini memberitakan pada awal abad ke-15 Masehi sebagian besar masyarakat di pantai utara Jawa Timur telah memeluk agama Islam.
  5. Suma Oriental dari Tome Pires musafir Portugis memberitakn tentang penyebaran Islam antara tahun 1512 sampai tahun 1515 Masehi, yang meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Maluku.