PROSES TERBENTUKNYA PRILAKU INDIVIDU


Proses Terbentuknya Perilaku Individu
Perilaku merupakan basil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon Skinner, cit. Notoatmojo 1993).  Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (wartawarga.gunadarma.ac.id).
Individu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang seorang; pribadi orang (terpisah dari yang lain), organisme yg hidupnya berdiri sendiri, secara fisiologi ia bersifat bebas (tidak mempunyai hubungan organik dengan sesamanya).
Perilaku individu dalam suatu organisasi adalah sikap dan tindakan (tingkah laku) seorang manusia (individu) dalam organisasi sebagai ungkapan dari kepribadian, persepsi dan sikap jiwanya, dimana bisa berpengaruh terhadap prestasi (kerja) dirinya dan organisasi (one.indoskripsi.com).
Manusia atau juga disebut sebagai individu diciptakan berbeda satu sama lain. Masing-masing memiliki keunikan tersendiri yang salah satunya dapat terlihat dari perilaku mereka. Dalam suatu organisasi, terkadang kondisi ini dapat menjadikan organisasi tersebut tidak bisa berjalan dengan efektif karena masing-masing manusia di dalamnya memiliki perilaku yang berbeda. Inilah yang menjadi tugas seorang pemimpin untuk bisa menyamakan perilaku individu-individu di dalam organisasi yang dipimpinnya agar bisa memiliki perilaku yang sama dan sangat mendukung pencapaian tujuan organisasi.
Pada dasarnya tingkah laku adalah respon atau stimulus yang datang. Secara sederhana dapat digambarkan dalam model S - R atau suatu kaitan Stimulus - Respon. Ini berarti tingkah laku itu seperti reflek tanpa kerja mental sama sekali. Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skiner disebut teori “S – O - R”atau Stimulus – Organisme – Respon.
Mekanisme pembentukan perilaku terbagi atas 2 aliran, yaitu:
  1. Aliran Behaviorisme:
·           S > R atau S > O > R
       S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku, aktivitas) dan O=organisme (individu/manusia).
       Karena stimulus datang dari lingkungan (W = world) dan R juga ditujukan kepadanya, maka mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapkan seperti tampak dalam bagan berikut ini:
·           W > S > O > R > W
       Yang dimaksud dengan lingkungan (W = world) di sini dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu :
       - Lingkungan objektif (umgebung= segala sesuatu yang ada di sekitar individu dan secara potensial dapat melahirkan S)
       - Lingkungan efektif (umwelt= segala sesuatu yang aktual merangsang organisme karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada diri organisme dan ia meresponsnya).
Perilaku yang berlangsung seperti dilukiskan dalam bagan di atas biasa disebut dengan perilaku spontan.

Contoh : seorang mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa tersebut mengipas-ngipaskan buku untuk meredam kegerahannya.

Ruangan kelas yang panas merupakan lingkungan (W) dan menjadi stimulus (S) bagi mahasiswa tersebut (O), secara spontan mengipaskan-ngipaskan buku merupakan respons (R) yang dilakukan mahasiswa. Merasakan ruangan tidak terasa gerah (W) setelah mengipas-ngipaskan buku.
Sedangkan perilaku sadar dapat digambarkan sebagai berikut:
W > S > Ow > R > W

Contoh : ketika sedang mengikuti perkuliahan Psikologi Pendidikan di ruangan kelas yang terasa agak gelap karena waktu sudah sore hari ditambah cuaca mendung, ada seorang mahasiswa yang sadar kemudian dia berjalan ke depan dan meminta ijin kepada dosen untuk menyalakan lampu neon yang ada di ruangan kelas, sehingga di kelas terasa terang dan mahasiswa lebih nyaman dalam mengikuti perkuliahan.

Ruangan kelas yang gelap, waktu sore hari, dan cuaca mendung merupakan lingkungan (W), ada mahasiswa yang sadar akan keadaan di sekelilingnya (Ow), –meski di ruangan kelas terdapat banyak mahasiswa namun mereka mungkin tidak menyadari terhadap keadaan sekelilingnya–. berjalan ke depan, meminta ijin ke dosen, dan menyalakan lampu merupakan respons yang dilakukan oleh mahasiswa yang sadar tersebut (R), suasana kelas menjadi terang dan mahasiswa menjadi lebih menyaman dalam mengikuti perkuliahan merupakan (W).

Sebenarnya, masih ada dua unsur penting lainnya dalam diri setiap individu yang memengaruhi efektivitas mekanisme proses perilaku yaitu receptors (panca indera sebagai alat penerima stimulus) dan effectors (syaraf, otot dan sebagainya yang merupakan pelaksana gerak R).
Dengan mengambil contoh perilaku sadar tadi, mahasiswa yang sadar (Ow) mungkin merasakan penglihatannya (receptor) menjadi tidak jelas, sehingga tulisan dosen di papan tulis tidak terbaca dengan baik. Menggerakkan kaki menuju ke depan, mengucapkan minta izin kepada dosen, tangan menekan saklar lampu merupakan effector.

  1. Aliran Holistik atau Humanis
Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan. Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what (apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan (goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana) menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi ekstrinsik)
 




Gambar 1. Proses Terbentuknya Perilaku Oleh Skiner (1938)

Stimulus (rangsangan) berupa lingkungan, manusia, benda dan hal lain yang bisa memotivasi organisme tersebut. Pada gambar di atas, stimulus yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima maka proses berhenti disini. Tetapi bila stimulus tersebut diterima oleh organisme berarti stimulus tersebut efektif dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan adanya dukungan dan dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu berupa respon. Respon inilah yang disebut dengan perilaku individu. Skiner kemudian membedakan adanya dua jenis respon yaitu:
1.        Respondent respon atau reflexsive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan – rangsangan (stimulus) tertentu yang dapat menimbulkan respon – respon yang relatif tetap. Misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, bagitu juga respon yang mencakup perilaku emosional.
2.       Operant respon atau instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu yang dapat memperkuat respon. Misalnya pemberian penghargaan terhadap pegawai yang berprestasi dapat menjadikan pegawai tersebut terpacu untuk lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Di atas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Ini dipengaruhi oleh dua variabel seperti yang dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donnely:
  1. Variabel (Karakteristik) Individu, terdiri dari beberapa faktor, yaitu:
·      Faktor Fisiologis yaitu kemampuan dan keterampilan phisik yang dimiliki manusia, seperti kemampuan fisik dan kemampuan mental.
·      Faktor Psikologis yaitu tanggapan psikologis individu yang bersangkutan, seperti: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, pengalaman, motivasi.
·      Faktor Demografi, terdiri dari: umur, jenis kelamin, dan etnis.
  1. Variabel Lingkungan, terdiri dari beberapa faktor yaitu:
·      Lingkungan kerja (di dalam organisasi kerja), terdiri dari: kebijakan dan aturan organisasi, kepemimpinan, struktur organisasi, desain pekerjaan, dan system kompensasi.
·      Lingkungan non kerja (di luar organisasi kerja), terdiri dari: keluarga, masyarakat (sosial) dan budaya, dan pendidikan atau sekolah.
Pembentukan perilaku adalah secara sistematis menegaskan setiap urutan langkah yang menggerakkan seorang individu lebih dekat terhadap respons yang diharapkan. Terdapat empat cara pembentukan perilaku:
1.        Penguatan positif: jika suatu respon diikuti dengan sesuatu yang menyenangkan, misalnya pujian.
2.       Penguatan negatif: jika suatu respon diikuti oleh dihentikannya atau ditarik kembalinya sesuatu yang tidak menyenangkan, misalnya berpura-pura bekerja lebih rajin saat pengawas berkeliling.
3.       Hukuman: mengakibatkan suatu kondisi yang tidak enak dalam suatu usaha untuk menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan. Misalnya : Penskorsan
4.       Pemusnahan: menyingkirkan penguatan apa saja yang mempetahankan perilaku. Misalnya tidak mengabaikan masukan dari bawahan akan menghilangkan keinginan mereka untuk menyumbangkan pendapat.

Domain Perilaku
Dalam menentukan sebuah tes seorang guru dapat mengukur perilaku, penulis soal dapat mengambil atau memperhatikan jenis perilaku yang telah dikembangkan oleh para ahli penelitian pendidikan, di antaranya seperti Benjamin S. Bloom, Quellmalz, R.J. Mazano dkk, Robert M. Gagne, David Krathwohl, Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay, Linn dan Gronlund.

Benyamin S Bloom
Pemahaman Konsep
Pemahanam konsep merupakan salah satu bentuk hasil belajar yang diperoleh siswa dari mengikuti proses kegiatan pembelajarannya. Menurut Benjamin S. Bloom tiga ranah (domain) hasil belajar, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudijono, 2008). Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental otak. Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah: (1) pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis) dan (6) penilaian (evaluation). Uraian dari keenam jenjang proses berpikir adalah sebagaimana berikut ini.
a. Pengetahuan (knowledge)
Kemampuan seseorang untuk meningat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya artinya siswa dapat memperkenalkan, mengingat, dan mereproduksi bahan pengajaran/pelajaran yang pernah diberikan (Arishanti, 2005). Pengetahuan atau ingatan ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.
b. Pemahaman (comprehension)
Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi (Sudijono, 2008). Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri, artinya peserta didik dapat memahami materi yang diberikan dan mampu mempergunakannya tanpa perlu menghubungkan dengan materi lain/melihat implikasinya (Arishanti, 2005). Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
c. Penerapan (application)
Kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya dalam situasi yang baru dan konkrit artinya peserta didik dapat menggunakan hal-hal abstrak dalam situasi khusus dan konkrit (Arishanti, 2005). Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
d. Analisis (analysis)
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya, artinya peserta didik dapat menguraikan materi menjadi bagian-bagian sehingga  kedudukan/hubungannya menjadi jelas (Arishanti, 2005). Jenjang analisis setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
e. Sintesis (synthesis)
Kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehinga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru, artinya peserta didik dapat menyusun susunan bagian-bagian sehingga membentuk keseluruhan proses belajar dengan bahan-bahan dan menyusunnya menjadi pola tertentu (Arishanti, 2005). Jenjang analisis setingkat lebih tinggi ketimban jenjang aplikasi.
f. Penilaian (evaluation)
Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide, misalnya seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih salah satu pilihan yang terbaik, sesuai denan patokan-patokan atau kriteria yang ada artinya peserta didik dapat mempertimbangan mengenai nilai dari bahan dan metoda untuk tujuan tertentu (Arishanti, 2005). Penilaian merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif (Sudijono, 2008).
Menurut Arikunto (1995) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Menurut sudjana (1992) pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi.
Pemahaman konsep penting bagi siswa karena dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama.
2.   Jenis perilaku yang dikembangkan Quellmalz adalah: (1) ingatan, (2) analisis, (3) perbandingan, (4) penyimpulan, (5) evaluasi.
3.   Jenis perilaku yang dikembangkan R. J. Mazano dkk. adalah: (1) keterampilan memusat (focusing skills), seperti: mendefinisikan, merumuskan tujuan, (2) keterampilan mengumpulkan informasi, seperti: mengamati, merumuskan pertanyaan, (3) keterampilan mengingat, seperti: merekam, mengingat, (4) keterampilan mengorganisasi, seperti: membandingkan, mengelompokkan, menata/mengurutkan, menyajikan; (5) keterampilan menganalisis, seperti mengenali: sifat dari komponen, hubungan dan pola, ide pokok, kesalahan; (6) keterampilan menghasilkan keterampilan baru, seperti: menyimpulkan, memprediksi, mengupas atau mengurai; (7) keterampilan memadu (integreting skills), seperti: meringkas, menyusun kembali; (8) keterampilan menilai, seperti: menetapkan kriteria, membenarkan pembuktian.
4.   Jenis perilaku yang dikembangkan Robert M. Gagne adalah: (1) kemampuan intelektual: diskriminasi, identifikasi/konsep yang nyata, klasifikasi, demonstrasi, generalisasi/menghasilkan sesuatu; (2) strategi kognitif: menghasilkan suatu pemecahan; (3) informasi verbal: menyatakan sesuatu secara oral; (4) keterampilan motorist melaksanakan/menjalankan sesuatu; (5) sikap: kemampuan untuk memilih sesuatu. Domain afektif yang dikembangkan David Krathwohl adalah: (1) menerima, (2) menjawab, (3) menilai.
6.   Domain psikomotor yang dikembangkan Norman E. Gronlund dan R.W. de Maclay adalah: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) respon terpimpin, (4) mekanisme; (5) respon yang kompleks, (6) organisasi, (7) karakterisasi dari nilai.
7.   Keterampilan berpikir yang dikembangkan Linn dan Gronlund adalah seperti berikut.
a.  Membandingkan
-    Apa persamaan dan perbedaan antara … dan…
-    Bandingkan dua cara berikut tentang ….
b.  Hubungan sebab-akibat
-    Apa penyebab utama …
-    Apa akibat …
c.  Memberi alasan (justifying)
-    Manakah pilihan berikut yang kamu pilih, mengapa?
-    Jelaskan mengapa kamu setuju/tidak setuju dengan pernyataan tentang ….
d.  Meringkas
-    Tuliskan pernyataan penting yang termasuk …
-    Ringkaslah dengan tepat isi …
e.  Menyimpulkan
-    Susunlah beberapa kesimpulan yang berasal dari data ….
-    Tulislah sebuah pernyataan yang dapat menjelaskan peristiwa berikut ….
f.   Berpendapat (inferring)
-    Berdasarkan …, apa yang akan terjadi bila
-    Apa reaksi A terhadap …
g.  Mengelompokkan
-    Kelompokkan hal berikut berdasarkan ….
-    Apakah hal berikut memiliki …
h.  Menciptakan
-    Tuliskan beberapa cara sesuai dengan ide Anda tentang ….
-    Lengkapilah cerita … tentang apa yang akan terjadi bila ….
i.   Menerapkan
-    Selesaikan hal berikut dengan menggunakan kaidah ….
-    Tuliskan … dengan menggunakan pedoman….
j.   Analisis
-    Manakah penulisan yang salah pada paragraf ….
-    Daftar dan beri alasan singkat tentang ciri utama ….
k.      Sintesis
-    Tuliskan satu rencana untuk pembuktian …
-    Tuliskan sebuah laporan …
l.   Evaluasi
-    Apakah kelebihan dan kelemahan ….

-    Berdasarkan kriteria …, tuliskanlah evaluasi tentang…

0 Response to PROSES TERBENTUKNYA PRILAKU INDIVIDU

Posting Komentar