MORAL DAN MARTABAT BANGSA



MORAL DAN MARTABAT BANGSA





A M TAUFIK AMALROS 711 008



STKIP MUHAMMADIYAH BONE
2013

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang masih memberikan kesehatan dan kesempatannya kepada kita semua, terutama kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Berikut ini, penulis persembahkan sebuah makalah (makalah) yang berjudul “MORAL DAN MARTABAT MANUSIA”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.
Kepada pembaca yang budiman, jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini, penulis mohon maaf, karna penulis sendiri dalam tahap belajar. Dengan demikian, tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.




Palattae, 2013








DAFTAR ISI

Halaman
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I
Pendahuluan
BAB II
Pembahasan
BAB III
Penutup

Daftar Pustaka









BAB I
PENDAHULUAN


LATAR BELAKANG

Kondisi moral bangsa Indonesia saat ini sudah mulai menghawatirkan. Banyak para remaja kita yang sebenarnya berfungsi sebagai tiang bangsa sudah mulai melupakan pentingnya moral dan justru malah kondisi moral mereka sudah mulai rusak. Mereka sudah mulai melupakan nilai,norma dan etika yang seharusnya benar-benar mereka jaga dan mereka pupuk.
Kerusakan moral bangsa Indonesia bukan semata-mata salah pemerintah yang terlihat tidak memperdulikan masalah itu. Seolah-olah pemerintah hanya terfokus dalam menaikan mutu pendidikan melalui perbaikan-perbaikan standar nilai tidak melihat bagaimana kondisi moral peserta didik. Karena sesungguhnya tidak hanya intelektual saja yang harus dikembangkan namun moral juga harus ikut berkembang.
Instansi sekolah seakan-akan hanya sebagai suatu hiasan saja, tidak ada sesuatu yang dihasilkan dari sekolah yang seharusnya sekolah juga turut serta dalam membentuk moral-moral anak didik yang selanjutnya akan menjadi generasi penerus bangsa.

TUJUAN MAKALAH

·         Memberikan informasi tentang moral dan martabat bangsa
·         Menunjukan cara mengatasi rendahnya moral dan martabat bangsa





BAB II
PEMBAHASAN

HUBUNGAN MANUSIA DAN MORAL

Moral memiliki arti yang hampir sama dengan etika. Etika berasal dari bahasa kuno yang berarti ethos dalam bentuk tunggal ethos memiliki banyak arti yaitu tempat tinggal biasa, padang rumput, kebiasaan, adat, watak sikap , dan caraberfiki. Dalam bentuk jamak ethos (ta etha) yang artinya adat kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mos (jamaknya mores) yang berarti adat, cara, dan tempat tinggal. Dengan demikian secara etismologi kedua kata tersebut bermakna sama hanya asal asul bahasanya yang berbeda dimana etika dari bahasa yunani sementara moral dari bahasa latin.
Moral yang pengertiaannya sama dengan etika dalam makna nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dalam ilmu filsafat moral banyak unsur yang dikaji secara kritis, di landasi rasionalitas manusia seperti sifat hakiki manusia, prinsip kebaikan, pertimbangan etis dalam pengambilan keputusan terhadap sesuatu dan sebagainya. Moral lebih kepada sifat aplikatif yaitu berupa nasehat tentang hal-hal yang baik.
Ada beberapa unsur dari kaidah moral yaitu :
1.      Hati Nurani Merupakan fenomena moral yang sangat hakiki.
Hati nurani merupakan penghayatan tentang baik atau buruk mengenai perilaku manusia dan hati nurani ini selalu dihubunngkan dengan kesadaran manusia dan selalu terkait dalam dengan situasi kongkret. Dengan hati nurani manusia akan sanggup mererfleksikan dirinya terutama dalam mengenai dirinya sendiri atau juga mengenal orang.


2.      Kebebasan dan tanggung jawab.
Kebebasan adalah milik individu yang sangat hakiki dan manusiawi dan karena manusia pada dasar nya adalah makhluk bebas. Tetapi didalam kebebasan itu juga terbatas karena tidak boleh bersinggungan dengan kebebasan orang lain ketika mereka melakukan interaksi. Jadi, manusia itu adalah makhluk bebas yang dibatasi oleh lingkungannya sebagai akibat tidak mampunya ia untuk hidup sendiri.
3.      Nilai dan Norma Moral.
Nilai dan moral akan muncul ketika berada pada orang lain dan ia akan bergabung dengan nilai lain seperti agama, hukum, dan budaya. Nilai moral terkait dalam tanggung jawab seseorang.
Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam masyarakat.
 Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda, sebab dalam kenyataannya mungkin ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral. Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks membutuhkan hukum.Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum dan moral sangat jelas.




Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1.      Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap etis dan tidak etis.
2.      Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3.      Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman. Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar, sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas hanya hati yang tidak tenang.
4.      Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara. Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
  1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan moral berdasarkan hukum alam.
  2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia), sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
  3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
  4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah, menyesal, malu terhadap diri sendiri.
  5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara, sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
1 Penegasan Imanuel Kant
Kant sudah menegaskan bahwa manusia harus dihormati karena manusia adalah satu-satunya makluk yang merupakan tujuan dalam dirinya sendiri. Sikap hormat tak bersyarat ini dituntut oleh kodrat atau harkat pribadi manusia yang intrinsic sebagai persona, pusat kemandirian, makluk berakal-budi dan berkehendak. Untuk menegaskan kemutlakan nilai manusia dan sikap hormat yang tidak bersyarat atas manusia, Kant membedakan antara “harga” (Preis) dan “martabat (Würde). Harga dan martabat manusia ini memang menjadi tujuan, tetapi prinsipnya, hal yang memiliki “harga” selalu bisa tergantikan, selalu tersedia alternative, substitusi. Tetapi sesuatu yang memiliki “martabat” selalu unik, tak tergantikan oleh alternatifnya. Karena itu, untuk manusia yang memiliki martabat, Kant memberikan inperatif moral: “Hendaklah memperlakukan kemanusiaan, baik dalam diri Anda maupun dalam diri orang lain, selalu sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan tidak pernah sebagai sarana”.
2 Personalisme Modern
Personalisme Modern merupakan suatu gerakan pemikiran jaman Kontemporer yang timbul sesudah Perang Dunia I dan II yang berusaha melawan semua system filsafat yang melawan persona manusia. Tokoh-tokohnya yang terkemuka antara lain M. Scheler, E. Mounier, M. Buber, P. Ricoeur, E. Levinas. Walaupun gagasan mereka berbeda satu terhadap yang lainnya namun mazhab pemikiran ini menjunjung tinggi martabat manusia sebagai nilai absolute yang patut dihormati. Mereka menganut prinsip dasar bahwa kriteri dasar moral adalah persona manusia yang tunggal, yang terbuka terhadap pribadi-pribadi lain, yang juga bersifat tunggal. Ketunggalan itu antara lain didasarkan pada unsure-unsur seperti kebebasan, kesadaran, keadaan tak terulang, tak tergantikan, memiliki panggilan khas, mampu berkomunikasi, mampu mencintai dan bertanggungjawab.
3 Personalisme Etis
Pandangan Personalisme Etis dapat diringkaskan dan ditegaskan dalam 2 hal berikut:
·         Dari sudut pandang Filsafat, hormat terhadap martabat pribadi manusia dalam setiap bentuk pengungkapannya yang konkrit (pria-wanita, tua-muda, besar-kecil, kawan-lawan, beragama-atheis, dst.) merupakan sumber kewajiban etis.
·         Dari sudut pandang Teologi, tak ada halangan bagi Wahyu Ilahi (bagi kita Wahyu Kristen) untuk menyempurnakan dan mengangkat hormat yang semata-mata bersifat insani dan kodrati ke tingkat yang lebih tinggi dengan memberinya dimensi yang lebih dalam, yaitu cinta terhadap sesama manusia sebagai citra Allah dan Saudara Yesus Kristus. Maka hormat dan cinta terhadap sesama manusia sebagai perwujudan konkrit imperative moral selalu saling melengkapi dan bukan saling mengeksklusifkan.
4 Martabat Pribadi Manusia: Norma Dasar Moralitas
Pandangan di atas sesudah memperlihatkan secara jelas bahwa Norma Dasar langsung dan konkrit moralitas bukan otoritas luar (Moralitas Ekstrinsik), kesenangan (Hedonisme), manfaat terbesar bagi jumlah terbesar orang (Utilitarisme), kebahagiaan (Eudaimonisme), kebebasan yang menciptakan nilai (Eksistensialisme Humanistis), kewajiban (Formalisme Kant), tetapi Martabat Pribadi Manusia, baik martabat pribadiku sendiri dan martabat pribadi orang lain, harkat intrinsik setiap orang.
KERUNTUHAN MORAL DAN MARTABAT BANGSA BESERTA CARA MENGATASINYA

            Hukum tidak dapat dipisahkan dari aspek moral. bila hukum belum ada secara kongkrit yang mengatur, dan moralitas telah menuntut ditransformasikan, maka moralitas haruslah diutamakan. Kebebasan berekpresi tidak boleh bertentangan dengan moralitas, karena negara kita berfalsafahkan pancasila yang memuat nilai religius, yakni moralitas.
Berbicara mengenai runtuhnya moral bangsa kita ini ,salah satu faktor yang mempengaruhi hal tersebut menurut saya adalah arus globalisasi atau modernisasi. Globalisasi misalnya ditandai dengan berkembang pesatnya alat-alat teknologi dan transportasi yang modern.  globalisasi tidak hanya berbicara mengenai perkembangan teknologi  dan sebagainya, tetapi juga dapat menyebarkan nilai-nilai budaya dan moral dari budaya barat. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa nilai-nilai moral yang terkandung dalam budaya barat sangat bebeda dengan nilai-nilai moral dan budaya yang dianut oleh bangsa kita. Budaya barat yang biasanya identik dengan kebebasan sangat tidak sesuai jika kita ingin menerapkan budaya barat tersebut di bangsa kita khususnya Negara  Indonesia ini. Namun sebaliknya tidak dapat kita pungkiri dari kenyataan  yang ada sekarang ini bahwa modernitas telah berpaling dari ikatan budaya Indonesia, menuju kepada budaya global yang tidak seluruhnya sesuai dengan watak serta jatidiri bangsa kita ini yang mengandung sifat  religius.
Perkembangan dan kemajuan bangsa Indonesia sekarang ini sangat pesat. Lembaga-lembaga pendidikan semakin banyak, Teknologi semakin canggih. Dengan klasifikasi pendidikan yang sangat tinggi menjadikan bangsa Indonesia bukan lagi bangsa yang bodoh seperti jaman penjajahan. Apalagi menuju era globalisasi yang mengutamakan teknologi. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan modal dasar dalam pembangunan bangsa. Bahkan dalam bidang pendidikan pun, negara Indonesia sekarang lebih menitikberatkan pendidikan berbasis IT. Namun sering dilupakan yaitu pendidikan Iman dan Taqwa (IMTAQ). Dalam pengertian, pendidikan moral bangsa sekarang sangatlah kurang. Kalau kita melihat kasus-kasus yang ada baik kasus yang sekarang sedang di proses maupun kasus yang sudah di proses, maka kita bisa menilai sendiri bahwa moral dan akhlak bangsa ini sedang porak poranda.
Salah satu contohnya saja yaitu praktek korupsi yang lagi maraknya menjadi pembicaraan di negeri kita ini yang merupakan persoalan yang sangat mengerikan apabila terus menerus menjadi permasalahan dalam negara kita dan tidak diberantas. Berbicara mengenai korupsi di bangsa kita ini, seolah telinga kita sudah bosan sehingga sudah sangat jenuh bagi kita mendengar istilah tersebut. Tidak dapat kita pungkiri pula  bahwa hal tersebut memang sudah menjadi bahan pembicaraan di Negara kita ini. Pada umumnya penyakit tersebut “korupsi” telah terjangkit pada sebagian besar para pemipin-pemimpin suatu bangsa . Sebagian besar dari pemimpin-pemimpin tersebut memanfaatkan suatu jabatan atau suatu kekuasaannya hanya untuk berkedook untuk meraup rupiah sehingga mereka kelihatannya hanya ingin semata-mata mengejar kesenangan duniawi saja tanpa memikirkan akhiratnya hal tersebut tentu bertentetangan  dengan watak serta jatidiri bangsa kita ini yang mengandung sifat  religius. Dari contoh yang ada di atas dapat kita melihat bahwa secara tanpa disadari telah terjadi degradasi moral di negeri ini. Betapa tidak, sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai agama pun sudah diabaikan, dan bahkan dianggap sebagai suatu kemajuan. Dan yang perlu kita ketahui bahwa contoh kasus tersebut di atas berhubungan dengan moral dan akhlak bangsa. Kita memang tidak dapat menghindari modernisasi dan globalisasi sekarang ini, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dan modernisasi juga dapat mempengaruhi runtuhnya moral suatu bangsa tersebut. Karena dengan adanya suatu kemajuan dan modernisasi didalam lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi kelunturan nilai-nilai budaya, kelonggaran nilai-nilai moral dan keterasingan nilai-nilai agama apabila kita dapat menyikapi perubahan modernisasi tersebut dengan baik.  Modernisasi sekular yang digembar-gemburkan sebagai agenda perubahan yang rasional dan teknologikal rupa-rupanya telah menanamkan akar-akar budaya asing atau westernisasi dan sekularisasi yang bertentangan dengan system moral bangsa kita. Globalisaisi di gembor-gemborkan oleh Negara-negara maju yaitu oleh bangsa barat yang tidak lain merupakan sebuah imperialisme nilai terhadap nilai lokal yang pada akhirnya berimplikasi pada hilangnya nilai-nilai ketimuran yang sebelumnya diwarnai dengan nilai-nilai religiusitas dan pada gilirannya merosotnya moralitas bangsa. Perseteruan budaya dalam ranah-ranah global yang akhirnya berimplikasi pada pencangkokan terhadap budaya lockal tersebut  atau menciptakan homogenitas budaya yang pada akirnya budaya barat yang di tandai dengan kebebasan telah mendapatkan legitimasi dari genarasi bangsa untuk di konsumsi dan  dibiarkan mewarnai bangsa kita.
 Apabila budaya tempatan sudah tidak berdaya lagi menahan arus westernisasi, maka system moral pun menjadi lemah dibawah tekanan dan asakan system moral liberal, relative, dan agresif. Maka negara dan rakyat sekali lagi akan menjadi mangsa neo-kolonialisme budaya. maka pada waktu itu juga identiti budaya dan keutuhan moral bangsa  kita tidak akan berarti lagi.
Dari berbagai uraian di atas kita dapat melihat bahwa semua dari kita telah terkena ujian moral. Bukan hanya anak muda, namun juga orang tua, bahkan bukan hanya masyarakat biasa, namun juga di kalangan pemimpin dan elit bangsa. Melihat bebrbagai permasalahan moral bangsa kita tidak boleh tinggal diam , kita harus mengupayakan untuk bisa keluar dari krisis kemanusiaan ini, hal yang harus ditempuh adalah perbaikan dari akarnya. Manusia harus hidup dalam kondisi yang berkeseimbangan antara sisi lahiriyah dan batiniyah, sisi fisik dan spiritual, sisi intelektual dan moral, sisi materi dan ruhani. Keseluruhan sisi dalam kehidupan harus dioptimalkan untuk menjadikan keseimbangan, sehingga tidak berpotensi menyimpang akibat meninggalkan sisi-sisi yang penting dalam diri manusia, yaitu ruhani atau spiritual dan moral. Bagi bangsa Indonesia yang terkenal religius, sesungguhnya telah memiliki jawaban atas persoalan kemanusiaan yang dihadapi akibat globalisasi tersebut. Wahana pengembalian nilai-nilai kebaikan yang paling efektif adalah melalui keluarga dan masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, keluarga adalah ikatan yang terbentuk secara pimordial dengan sangat kuat pada seluruh anggotanya. Membentuk keluarga adalah salah satu tradisi dan budaya luhur bangsa Indonesia, yang telah terjadi sejak zaman dulu secara turun temurun.
Pembentukan keluarga merupakan potensi budaya, yang pada prakteknya di Indonesia dikemas sesuai dengan tuntunan agama, dan diatur oleh negara. Melalui keluarga, berbagai nilai kebaikan sangat efektif ditumbuhkembangkan dan dibudayakan sejak dini.Proses interaksi dalam keluarga bercorak sangat intensif dan melibatkan ikatan emosi antara satu dengan yang lainnya. Ada peran dan tanggung jawab yang jelas dalam keluarga, dimana suami, isteri dan anak-anak saling menempatkan diri pada posisi masing-masing secara tradisional. Dalam konteks seperti ini, orang tua memiliki peran sentral untuk menciptakan suasana kebaikan atau ketidakbaikan dalam keluarga. Ayah dan ibu memiliki kewajiban melakukan pembinaan kepada anak-anak agar menjadi anak-anak yang baik, berbakti kepada orang tua, bergaul dengan positif di tengah masyarakat dan pada akhirnya berguna bagi nusa dan bangsa.Dengan demikian, penanaman nilai-nilai moral sangat tepat dilakukan melalui keluarga, dan dimulai dari keluarga. Karena dalam keluarga tersebut, pembinaan sudah mulai terjadi sejak anak belum lahir, yaitu saat masih berbentuk janin dalam kandungan. Hal seperti ini tidak terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan formal, dimana pendidikan dimulai pada usia yang telah ditentukan. Apabila keluarga mampu merawat, membangun, dan menumbuhkan moral kepada seluruh anggotanya, akan menjadi pondasi yang kokoh dalam memperbaiki moral bangsa dan negara Indonesia. Sebaliknya, apabila keluarga tidak melakukan penanaman moral kepada seluruh anggotanya, maka akan melahirkan generasi bermasalah yang justru menjadi beban bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Selain keluarga, penanaman nilai moral juga sangat efektif dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Seluruh anggota keluarga pada dasarnya adalah anggota dari sebuah kelompok masyarakat. Dengan demikian, terjadi suasana hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara keluarga dengan masyarakat. Kumpulan dari keluarga yang berkualitas, akan melahirkan masyarakat yang berkualitas. Sebaliknya, masyarakat yang berkualitas akan membentuk dan menguatkan keluarga yang berkualitas. Tidak dapat dipisahkan antara keluarga dengan masyarakat, kendati tidak bisa didefinisikan dengan “mana ayam mana telur”. Kedua lembaga ini jelas memiliki keterkaitan yang sangat kuat dalam memberikan pengaruh satu kepada yang lainnya.
Apabila moral dalam keluarga dan masyarakat berhasil dimantapkan, akan menjadi jawaban ampuh menghadapi krisis kemanusiaan yang ditimbulkan oleh peradaban modern dan globalisasi saat ini. Kemajuan Indonesia di masa yang akan datang, bertumpu kepada keberhasilan melakukan pemantapan moral dalam kehidupan keluarga dan masyarakat seluruhnya. Ketertinggalan ilmu pengetahuan dan teknologi mudah dikejar oleh Indonesia, keterbelakangan ekonomi bisa diatasi dengan berbagai program yang dirancang para ahli, namun keruntuhan moral merupakan petaka yang sangat pantas ditangisi. Telah banyak orang pandai, namun tidak memiliki landasan moral yang memadai. Dampaknya kepandaian yang dimiliki justru menjadi potensi destruktif yang merugikan bangsa dan negara tercinta.
Salah satunya juga adalah Pendidikan moral .Pendidikan moral merupakan pendidikan nilai-nilai luhur yang berakar dari agama, adat-istiadat dan budaya bangsa Indonesia dalam rangka mengembangkan kepribadian supaya menjadi manusia yang baik. Secara umum, ruang lingkup pendidikan moral adalah penanaman dan pengembangan nilai, sikap dan perilaku sesuai nilai-nilai budi pekerti luhur. Di antara nilai-nilai yang perlu ditanamkan adalah sopan santun, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertakwa, berkemauan keras, bersahaja, bertanggung jawab, bertenggang rasa, jujur, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, rasa kasih sayang, rasa malu, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, sportif, taat asas, takut bersalah, tawakal, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, dan ulet. Jika anggota masyarakat telah memiliki karakter dengan seperangkat nilai budi pekerti tersebut, diyakini ia telah menjadi manusia yang baik.
Dari beberapa uraian di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa untuk mewujudkan suatu bangsa yang harmonis dan sesuai dengan harapan dan cita-cita bangsa yaitu Manusia harus hidup dalam kondisi yang berkeseimbangan antara sisi lahiriyah dan batiniyah, sisi fisik dan spiritual, sisi intelektual dan moral, sisi materi dan ruhani. Keseluruhan sisi dalam kehidupan harus dioptimalkan untuk menjadikan keseimbangan, sehingga tidak berpotensi menyimpang akibat meninggalkan sisi-sisi yang penting dalam diri manusia, yaitu ruhani atau spiritual dan moral. Semoga dengan tindakan tersebut kita dapat memperbaiki bangsa kita akibat krisis moral yang terbilang sudah sangat terpuruk.






















BAB III
PENUTUP

SIMPULAN
semua dari kita telah terkena ujian moral. Bukan hanya anak muda, namun juga orang tua, bahkan bukan hanya masyarakat biasa, namun juga di kalangan pemimpin dan elit bangsa. Melihat bebrbagai permasalahan moral bangsa kita tidak boleh tinggal diam , kita harus mengupayakan untuk bisa keluar dari krisis kemanusiaan ini, hal yang harus ditempuh adalah perbaikan dari akarnya. Manusia harus hidup dalam kondisi yang berkeseimbangan antara sisi lahiriyah dan batiniyah, sisi fisik dan spiritual, sisi intelektual dan moral, sisi materi dan ruhani. Keseluruhan sisi dalam kehidupan harus dioptimalkan untuk menjadikan keseimbangan, sehingga tidak berpotensi menyimpang akibat meninggalkan sisi-sisi yang penting dalam diri manusia

SARAN
            Kami dari kelompok tiga selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca.


0 Response to MORAL DAN MARTABAT BANGSA

Posting Komentar