Model pembelajaran VCT
Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT
meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan;
wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga
dengan metode bermain peran. Dengan model pembelajaran VCT, akan mudah
mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan
oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan kemampuan guru dalam menguasai
keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan baik. Sikap demokratis, ramah, hangat
dan nuansa kekeluargaan yang akrab diperlukan, sehingga siswa berani
berpendapat dan beda pendapat dengan guru maupun dengan siswa lain. Sedangkan
untuk evaluasi anda dapat melakukan evalusi proses dan evaluasi hasil belajar.
Pada evaluasi proses dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan jalannya
diskusi, sikap dan aktivitas siswa maupun proses pembelajaran secara menyeluruh
dan evaluasi hasil dapat dilihat dari hasil tes. Jangan lupa memberikan pujian
kepada siswa yang mampu berpendapat sekalipun kepada siswa yang berpendapat
belum lengkap secara variatif.
Prinsip reaksi model pembelajaran
VCT
Prinsip reaksi berkaitan dengan pola kegiatan yang
menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa.
Prinsip reaksi dalam model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
Guru sebagai pembimbing dalam pembelajaran.
Guru memberikan fasilitas agar proses pembelajaran
berlangsung optimal.
VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun
nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut
akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam
praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan
siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka,
Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Sehingga
setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang
harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog ,
yaitu sebagai berikut.
Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat,
yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik.
Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila
memang siswa tidak menghendakinya.
Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka,
Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.
Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok
kelas.
Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga
ia menjadi defensif.
Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan
Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3
tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut.
1.
Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini
terdapat 3 tahap, yaitu:
a. Memilih
secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik.
Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh;
b. Memilih
dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif
pilihan secara bebas;
c. Memilih
setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai
akibat pilihannya.
2.
Menghargai, Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu;
a. Adanya
perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai
tersebut akan menjadi bagian dari dirinya;
b. Menegaskan
nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya,
bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh
kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3.
Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas
2 tahap, yaitu;
a. Kemauan
dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya
b. Mengulangi
perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan
itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek
merekomendasikan beberapa cara, antara lain:
1.
Teknik evaluasi diri (self
evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok peserta
didik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta
diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya
sendiri:
a. Menentukan tema, dari persoalan yang
ada atau yang ditemukan peserta didik
b. Guru bertanya berkenaan yang dialami
peserta didik
c. Peserta didik merespon pernyataan
guru
d. Tanya jawab guru dengan peserta
didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk
menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
2.
Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan guru dengan bercerita dan
mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
a. Memilih satu masalah / kasus / kejadian
yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
b. Siswa dipersilahkan memberikan
tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah
benar, adil tidak adil, dsb.
c. Hasil kerja kemudian dibahas
bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan
alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
3.
Teknik menarik dan memberikan
percontohan
Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of
axamplary behavior), guru memberikan dan meminta contoh-contoh baik dari
diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis,
dinilai dan didiskusikan.
4.
Teknik indoktrinasi dan pembakuan
kebiasan
Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini
peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru
dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya.
5.
Teknik tanya-jawab
6.
Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau
mengemukakan pendapat pikirannya.
7.
Teknik menilai suatu bahan tulisan
Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau
khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda
penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil –
tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru
membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama
atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
8.
Teknik mengungkapkan nilai melalui
permainan (games).
Ø Manfaat Model VCT
Dengan menggunakan model VCT
ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan siswa. Simon (dalam
Adisusilo, 2012: 155), dengan menggunakan model VCT kita dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk :
Memilih, memutuskan, mengomunikasikan, mengungkapkan
gagasan, keyakinan, nilai-nilai dan perasaannya
Berempati (memahami perasaan orang lain, memilih dari sudut
pandang orang lain)
Memecahkan masalah
Menyatakan sikap : setuju, tidak setuju, menolak atau
menerima pendapat orang lain.
Mengambil keputusan
Mempunyai pendirian tertentu, menginternalisasikan dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai yang telah dipilih dan di yakini.
Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model VCT merupakan sebuah model yang mampu melibatkan siswa secara aktif
dalam proses pembelajaran, karena didalamnya terjadi suatu komunikasi dua arah
yang dapat dilakukan dalam bentuk tanya jawab atau diskusi. Disini sangat
dibutuhkan peran aktif dari guru bersangkutan, akan tetapi guru bukan menjadi
teaching center akan tetapi guru berperan sebagai fasilitator dan motivator
yang selalu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi,
mengembangkan kemampuan serta keberanian dalam mengemukakan pendapat, dengan
demikian akan tercipta proses pembelajaran yang interaktif dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas.
SINTAKS MODEL
PEMBELAJARAN VCT (Value Clarification
Technique)
1. Guru melontarkan stimulus dengan
cara membaca cerita atau menampilkan gambar, foto, atau film.
2. Memberi kesempatan beberapa saat
kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan
stimulus tadi.
3. Melaksanakan dialog terpimpin
melalui pertanyaan guru, baik secara individual, kelompok, atau klasikal.
4. Menentukan argumen dan klarifikasi
pendirian (melalui pertanyaan guru dan bersifat individual, kelompok, dan
klasikal).
5. Pembahasan/pembuktian argumen. Pada
fase ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep sesuai materi
pelajaran.
6. Penyimpulan.
Metode yang digunakan pada model pembelajaran VCT
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’
yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,
maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat
untuk mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di
perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat
bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru. Metode yang digunakan dalam Model
Pembelajaran VCT yaitu sebagai berikut.
Ø Diskusi
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran,
informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan
pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut,
para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya.
Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi
biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai
metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi
kelompok, permainan, dan lain-lain.
Kelebihan metode
diskusi.
a. Dapat mendorong
partisipasi peserta didik secara aktif baik sebagai partisipan, penanya,
penyanggah maupun sebagai ketua ataupun moderator.
b. Menimbulkan kreativitas
dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan-terobosan baru dalam
pemecahan masalah.
c. Menumbuhkan kemampuan
berfikir kritis dan partisipasi demokratis.
d. Melatih kestabilan emosi
dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak memaksakan
pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take dan
give).
e. Keputusan yang diambil
kelompok akan lebih baik daripada berfikir sendiri.
Sedangkan kelemahan
metode ini.
a. Sulit menentukan topik
masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik yang memiliki
relevansi dengan lingkungan.
b. Memerlukan waktu yang
tidak terbatas.
c. Pembicaraan atau
pembahasan sering meluas dan mengambang.
d. Didominasi oleh
orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
e. Kadang tidak membuat
penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulannya telah disepakati namun
implementasi sangat sulit dilaksanakan.
f. Perbedaan pendapat dapat
mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrokan fisik.
Ø Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam
rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari
semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat
ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh
peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak
untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi
(kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau
berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan peta informasi, peta pengalaman, atau peta
gagasan (mindmap) untuk menjadi pembelajaran bersama.
Ø Bermain Peran (Role-Play)
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk
‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu
‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai
bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Misalnya: menilai
keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian
memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut.
Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’,
dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Kelebihan
metode ini:
a.
Memupuk daya cipta, sebab simulasi dilakukan
sesuai dengan kreasi siswa masing-masing dalam membawakan peranannya.
b.
Dapat merangsang siswa untuk menjadi terampil
dalam menanggapi dan bertindak secara spontan, tanpa memerlukan persiapan dalam
waktu lama.
c.
Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan
serta pengalaman tidak langsung, yang diperlukan dalam menghadapi berbagai
situasi sosial yang problematis.
Kelemahan metode ini :
a. Biaya pengembangannya
tinggi dan perlu waktu lama.
b. Fasilitas dan alat-alat khusus
yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta mahal harganya dan
pemeliharaannya.
c. Resiko siswa atau
pengajar tinggi.
Ø Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara
adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang
responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka.
Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang
menjadi kekuatan metode wawancara :
a. Mampu mendeteksi kadar pengertian
subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa
diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
b. Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan
dengan masing-masing individu.
c. Menjadi satu-satunya hal yang dapat
dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.
Menurut
Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu
sebagai berikut :
a. Retan terhadap bias yang ditimbulkan
oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik.
b. Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan
oleh respon yang kurang sesuai.
c. Probling yang kurang baik menyebabkan hasil
penelitian menjadi kurang akurat.
d. Ada kemungkinan subjek hanya
memberikan jawaban yang ingin didengar oleh interviwer.
Ø Kelemahan Model VCT
Sama halnya dengan model
perkembangan kognitif, model ini juga mengandung kelemahan sebab dapat
menampilkan bias budaya barat. Dalam metode ini, kriteria benar-salah dapat
relatif, karena sangat mementingkan nilai perseorangan. VCT memang dikembangkan dalam budaya barat yang cenderung amat
individualistis dan liberal. Oleh sebab itu, seorang pendidik harus bijak dalam
memberi pendampingan agar dalam pemilihan, penentuan nilai, siswa tidak
tercabut dari akar budayanya (Adisusilo,2012:155).
0 Response to Model pembelajaran VCT
Posting Komentar